Pengembangan Kota Baru di Indonesia
Abstract
Masalah utama dalam pembangunan tata ruang di Indonesia adalah lokasi geografis pulau-pulau yang tersebar. Keadaan tersebut diperburuk dengan persoalan distribusi penduduk yang tidak merata, ketimpangan pendapatan antara wilayah dan ketidakmerataan struktur ekonomi di antara pulau"?pulau tersebut. Hal ini juga menyangkut perbedaan karakter kawasan desa dan kota. Penduduk kota tumbuh dengan cepat, dalam Repelita IV ( 1984-7 988) diperkirakan penduduk kota berjumlah 50 juta orang (sekitar 28% totalpenduduk).
Pertumbuhan kota yang cepat terutama disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan aktivitas pembangunan sektor industri dan jasa, yang dapat menarik penduduk desa ke kota. Apa pun usaha pemerintah Indonesia, fakta menunjukkan masih besarnya jumlah migrasi dari desa mencari peluang yang lebih baik untuk hidup di kota. Ketersediaan fasilitas dan jasa di kota-kota juga lebih baik dan kenyamanan yang lebih dibanding dengan lingkungan kawasan desa.
Para migran dari desa menyerbu kawasan hunian, apakah mereka bertempat tinggal bersama"?sama dengan sanak famili mereka, di rumah sewa (atau kosl atau membangun rumah baru, dengan atau tanpa ijin formal dari pemerintah kota.
Kebanyakan kota-kota besar utama berpenduduk lebih dari 1 juta orang, berlokasi di pulau Jawa (Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya) dan hanya satu kota di luar Jawa (Medan di pulau Sumatera). Disetiap propinsi terdapat kota-kota dengan penduduk 200.000 "? 500.000 jiwa, yang berfungsi sebagai ibukota propinsi. Kemudian sejumlah besar kota"?kota lebih kecil dengan penduduk kurang dari 50.000 orang (di luar Jawa bahkan kurang dari 10. 000 orang), sementara kota-kota menengah berjumlah lebih sedi-kit. Dalam kaitannya dengan keseimbangan sistem kota, nampak adanya kekurangan kota menengah di propinsi-propinsi.
Perkembangan kota"?kota besar Indonesia kebanyakan berasal dari permukiman pedesaan yang tumbuh meluas. Selama masa penjajahan belanda, banyak kota dibangun dengan tujuan tertentu. Pengembangan kota ditujukan untuk memperkuat administrasi penjajah, sebagai pusat eksploatasi sumbervsumber atau dikembangkan sebagai pusat perdagangan untuk pasaran dunia timur-barat, ketimbang memperhatikan situasi lokal. Hingga 1970 tidak ada usaha yang berarti dalam pengembangan kota untuk mengubah struktur internal kota warisan penjajah.
Pada era Pelita, pemerintah Indonesia mulai lebih menekankan program-program pembangunan kota, seperti Program Perbaikan Kampung (KIP/, program perbaikan dan penyediaan perumahan dan program pengembangan prasarana. Program-program tersebut nampaknya hanya mampu mencakup struktur internal kota, tetapi tidak terlihat dampak dalam kaitan dengan struktur eksternal.
Downloads
References
Djoko Sujarto, " A Preliminary Observation on the Development of Indonesia New Towns" Diskusi Pembangunan Kota Baru ITB - DUT Bandung, Mei 1.988.
Djoko Sujana dan Benedictus Kombaitan, " Konsepsi Pedoman Perencanaan dan Perancangan Kota Baru di indonesia ", Seminar Strategi Perumahan Perkrotaan, Bandung 1989
Siswono Yudohusodo, " Pembangunan Kota Baru dan Kota Satelit ", Seminar Nasional Kota Baru dan Kota Satelit, Bandung, 1988
Hendropranoto Suselo, "Pengembangan Permukiman Kota Baru di Indonesia ", Seminar Nasional Kota Baru dan Kota Satelit, Semarang, 7 1988
Downloads
How to Cite
Issue
Section
License
Manuscript submitted to JRCP has to be an original work of the author(s), contains no element of plagiarism, and has never been published or is not being considered for publication in other journals. The author(s) retain the copyright of the content published in JRCP. There is no need for request or consultation for future re-use and re-publication of the content as long as the author and the source are cited properly.