KOPI PRIANGAN: PENGUKUHAN IDENTITAS MELALUI BUDAYA NGOPI DAN BERMEDSOS (MEDIA SOSIAL)

https://doi.org/10.5614/sostek.itbj.2019.18.3.8

Authors

  • Lina Meilinawati Rahayu Universitas Padjadjaran
  • Ritma Fakhrunnisa Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran
  • Safrina Noorman Universitas Pendidikan Indonesia

Keywords:

tulisan feminin, teks-teks subversif, Putu Wijaya, resistensi

Abstract

Tulisan ini membahas konstruksi identitas kopi Priangan dan bagaimana kopi Priangan dikonsumsi dan dipopulerkan melalui media sosial. Kopi Priangan menjadi populer di kalangan penggemar kopi ketika harganya melambung di kancah perkopian internasional. Popularitas ini berdampak pada penghadiran kopi Priangan di kedai kopi di Jawa Barat, dalam hal ini di Bandung dan Jatinangor. Di kedua tempat ini ngopi di kedai kopi telah menjadi gaya hidup para mahasiswa yang bersekolah di sana. Tulisan ini memeriksa bagaimana kopi Priangan dikonsumsi dan dihidupkan kembali dalam wacana kopi yang telah turut membangun gerakan budaya baru di daerah tersebut. Budaya baru berkopi ini dianggap mengandung interaksi kompleks yang memuat dikotomi lokal-global dan/atau lama-baru. Melalui kuesioner yang dibagikan di kafe-kafe dan wawancara kelanjutannya, ditemukan bahwa gerakan budaya berkopi sebagai gaya hidup tidaklah menguatkan identitas yang ajeg bagi kopi Priangan. Gaya hidup dengan ngopi ternyata tidak serta merta melahirkan penggemar kopi. Oleh karena itu, untuk membangungidentitas kopi Priangan yang lebih ajeg, para pengopi perlu"dididik". Selain itu, peran sosial media perlu dioptimalkan untuk mengangkat dan menyadarkan adanya vatian kopi lokal, khususnya kopi Priangan.

 

 

ABSTRACT

This article discusses the identity construction of Priangan coffee and how it is reflected in the way it is consumed as part of a lifestyle and is later popularized via the social media. Priangan coffee has gained popularity among coffee enthusiasts as it was valued at a higher price in comparison to other Indonesian local coffee. The renewed interest has brought the coffee to the many coffee shops in West Java, in particular Bandung and Jatinangor, where going to coffee shops becomes part of the university students living there. The article looks into the way (or ways) Priangan coffee is consumed and revamped in the coffee discourse which might have partly constituted a new cultural movement in the area. The new culture surrounding coffee is assumed to contain complex interactions of dichotomies such as local-global and given-new. Through questionnaires distributed in coffee shops in Bandung and Jatinangor and interviews that follow, it was found that the cultural movement built around the idea of coffee as part of a new life lifestyle has not strengthened a solid identity for Priangan coffee. Going to coffee shops has become part of a lifestyle which does not necessarily lead to the making coffee enthusiasts. Therefore, there is a need to "educate" coffee goers and to optimize the role played by social media in developing awareness on the local coffee variants, especially Priangan coffee.

Tulisan ini membahas konstruksi identitas kopi Priangan dan bagaimana kopi Priangan dikonsumsi dan dipopulerkan melalui media sosial. Kopi Priangan menjadi populer di kalangan penggemar kopi ketika harganya melambung di kancah perkopian internasional. Popularitas ini berdampak pada penghadiran kopi Priangan di kedai kopi di Jawa Barat, dalam hal ini di Bandung dan Jatinangor. Di kedua tempat ini ngopi di kedai kopi telah menjadi gaya hidup para mahasiswa yang bersekolah di sana. Tulisan ini memeriksa bagaimana kopi Priangan dikonsumsi dan dihidupkan kembali dalam wacana kopi yang telah turut membangun gerakan budaya baru di daerah tersebut. Budaya baru berkopi ini dianggap mengandung interaksi kompleks yang memuat dikotomi lokal-global dan/atau lama-baru. Melalui kuesioner yang dibagikan di kafe-kafe dan wawancara kelanjutannya, ditemukan bahwa gerakan budaya berkopi sebagai gaya hidup tidaklah menguatkan identitas yang ajeg bagi kopi Priangan. Gaya hidup dengan ngopi ternyata tidak serta merta melahirkan penggemar kopi. Oleh karena itu, untuk membangungidentitas kopi Priangan yang lebih ajeg, para pengopi perlu"dididik". Selain itu, peran sosial media perlu dioptimalkan untuk mengangkat dan menyadarkan adanya vatian kopi lokal, khususnya kopi Priangan.

 

 

ABSTRACT

This article discusses the identity construction of Priangan coffee and how it is reflected in the way it is consumed as part of a lifestyle and is later popularized via the social media. Priangan coffee has gained popularity among coffee enthusiasts as it was valued at a higher price in comparison to other Indonesian local coffee. The renewed interest has brought the coffee to the many coffee shops in West Java, in particular Bandung and Jatinangor, where going to coffee shops becomes part of the university students living there. The article looks into the way (or ways) Priangan coffee is consumed and revamped in the coffee discourse which might have partly constituted a new cultural movement in the area. The new culture surrounding coffee is assumed to contain complex interactions of dichotomies such as local-global and given-new. Through questionnaires distributed in coffee shops in Bandung and Jatinangor and interviews that follow, it was found that the cultural movement built around the idea of coffee as part of a new life lifestyle has not strengthened a solid identity for Priangan coffee. Going to coffee shops has become part of a lifestyle which does not necessarily lead to the making coffee enthusiasts. Therefore, there is a need to "educate" coffee goers and to optimize the role played by social media in developing awareness on the local coffee variants, especially Priangan coffee.

References

Buku

Breman, Jan. (2014). Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa: Sistem Priangan dari Tanam Paksa Kopi di Jawa, 1720-1970. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta.

Giddens, Anthony. (1990). The Consequences of Modernity. Cambridge, UK : Polity Press in association with Basil Blackwell, Oxford, UK.

Rahman, Fadly. (2016). Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wiraseto, Dody. (2016). Coffe United: Brewing for Harmony. Ministry of Tourism Republic of Indonesia. Jakarta. Indonesia.

Jurnal Ilmiah

Bookman, Sonia. (2013). "Branded Cosmopolitanisms: "Global' Coffee Brands and the Co-creation of "Cosmopolitan Cool'" Cultural Sociology, Vol. 7 (1), 56-72 Reprints and permission: sagepub. co.uk/journalsPermissions.nav DOI: 10.1177/1749975512453544 cus.sagepub.com.

_________. (2014). "Brands and Urban Life: Specialty Coffee, Consumers, and the Co- creation of Urban CafeÌ Sociality." Space and Culture 2014, Vol. 17 (1), 85-99 sagepub.com/journalsPermissions.nav DOI: 10.1177/1206331213493853.

Fauzi, Ahmad dkk. (2013). "Budaya Nongkrong Anak Muda di Kafe (Tinjauan Gaya Hidup Anak Muda di Kota Denpasar)" . Jurnal Ilmiah Sosiologi (Sorot), Vol. 1 (1). Diakses dari https://ojs.unud.ac.id/index.php/sorot/article/view/29665.

Grinshpun, Helena. (2014)."Deconstructing a global commodity: Coffee, culture, and consumption in Japan". Vol. 14 (3), 2014 Journal of Consumer Culture https://doi.org/10.1177/1469540513488405.

Herlyana, Elly. (2012). "Fenomena Coffee Shop sebagai Gejala Gaya Hidup Baru Kaum Muda" . Thaqafiyyat: Jurnal Bahasa, Peradaban, dan Informasi Islam, Vol. 13 (1), hlm. 187-204. Diakses dari http://ejournal.uin-suka.ac.id/adab/thaqafiyyat/article/view/43/42.

Hidayatullah, Nurul. (2016). "Promosi Penjualan Melalui Jejaring Sosial (Studi Deskriptif Kualitatif Promosi Penjualan melalui Jejaring Sosial Twitter pada "Coffee House Ulee Kareng'" . Jurnal Ilmu Komunikasi Flow, Vol. 2 (18). Diakses dari https://jurnal.usu.ac.id/index.php/flow/article/view/12862.

Kurniawan, Ardietya. (2017). "Perilaku Konsumtif Remaja Penikmat Warung Kopi" . Jurnal Sosiologi Dilema, Vol. 32 (1), hlm. 9-22. Diakses dari https://jurnal.uns.ac.id/dilema/article/view/11232/pdf.

Tampubolon, Mikharisti dkk. (2016). "Strategi Promosi Coffee Shop Melalui Media Sosial Instagram (Studi Deskriptif pada Akun @crematology)" . E-Proceeding of Management, Vol. 3 (2), hlm. 2421-2432. Diakses dari https://openlibrary.telkomuniversity.ac.id/home/epublication/id/92.html.

Yi-Ping Shih and Cheng-Heng Chang . 2010. "The Sweet and the Bitter of Drips: Modernity, Postcoloniality, and Coffee Culture inTaiwan". Cultural Studies Critical Methodologies 10 (6) 445-456" 2010 SAGE Publications"Reprints and permission: http://www. sagepub.com/journalsPermissions.nav DOI: 10.1177/1532708610372766 http://csc.sagepub.com

Zein, Anastasha O. S.Aldrian A. Rachim. (2018). "Tinjauan Cafe Instagramable pada One Eighty Coffee Bandung" . Jurnal Atrat, Vol. 6 (3), hlm. 286-293. Diakses dari https://jurnal.isbi.ac.id/index.php/atrat/article/view/733/437.

Website

Arifin, Zainul. (4 Desember 2017). "Warung Kopi Tergerus Teknologi" . Halo Pantura. Diakses dari https://www.halopantura.com/warung-kopi-tergerus-teknologi/.

Hens, Henry. (25 November 2018). "Maraknya Kedai Kopi di Indonesia, Bakal Bertahan Lama atau Sekadar Tren?" . Liputan 6. Diakses dari https://www.liputan6.com/lifestyle/read/3727952/maraknya-kedai-kopi-di-indonesia-bakal-bertahan-lama-atau-sekadar-tren.

Marzuqi, Abdillah M. (13 Januari 2018). "Pengaruh Budaya di Balik Komoditas Kopi" . Media Indonesia. Diakses dari https://mediaindonesia.com/read/detail/140592-pengaruh-budaya-di-bali.

Matindas, Dewi. (6 Januari 2010). "Budaya Instan Generasi Manja" . Kompas. Diakses dari https://lifestyle.kompas.com/read/2010/01/06/15401763/Budaya.Instan.Generasi.Manja?page=all.

Mulia, Budi. (30 Januari 2018). "Kopi Priangan, Jaya Kembali" . Media Indonesia. Diakses dari http://mediaindonesia.com/read/detail/142969-kopi-priangan-jaya-kembali.

Ryza, Prayoga. (6 Februari 2019). "Sinergi Kopi dan Teknologi, Tak Sekadar Pengejawantahan Konsep "New Retail'" . Daily Social. Diakses dari https://dailysocial.id/post/sinergi-kopi-dan-teknologi-tak-sekedar-pengejawantahan-konsep-new-retail.

Semerbak kopi Tatar Sunda

Jawa Barat kadung terkenal dengan perkebunan teh. Belakangan, terutama lima tahun terakhir, kopi perlahan jadi primadona baru di Tatar Sunda.

:33 WIB - Rabu, 22 November 2017

Published

2020-02-11

Issue

Section

Articles