MEMAKNAI PESAN SPIRITUAL AJARAN AGAMA DALAM MEMBANGUN KARAKTER KESALEHAN SOSIAL
Abstract
Adanya fenomena bahwa kesalehan individu kurang berdampak pada kesalehan sosial merupakan latar belakang kajian ini. Pilar agama Islam (Rukun Islam) tidak bisa dipahami hanya sebagai bentuk kewajiban ritual individual seorang muslim dengan Sang Khalik, melainkan juga mengandung maksud bahwa kelima hal itu menjadi suatu sarana membina hubungan sosial antara seorang muslim dengan orang lain, bahkan dengan makhluk lainya. Dengan kata lain, kewajiban menjalankan rukun Islam, memenuhi kewajiban spiritual seseorang (muslim) juga kewajiban sosial. Pada akhirnya hal tersebut akan membentuk karakter kesalehan sosial. Kelima rukun Islam tersebut secara sosiologis memberikan pemahaman bahwa di dalam menjalankan kewajiban ritual agama, seorang muslim hendaknya memenuhi aspek lainnya, yaitu membina hubungan harmonis dengan sesama manusia. Dengan demikian maka terciptalah keharmonisan hubungan secara vertikal dengan Sang Pencipta (hablum minallah), juga hubungan harmonis dengan manusia (hablum minannas). Jika kedua aspek sudah terpenuhi maka akan menjadi nyatalah perwujudan seorang insan kamil atau manusia sempurna. Kata kunci: manusia, insan, bani adam, kesalehan sosial The phenomena that individual piety has less impact on the social piety is the background of this study. The Five Pillars of Islam cannot be understood as a mere form of individual ritual obligation of a muslim to the Creator, but, more importantly, supports the notion that the Five Pillars are a means of fostering social relationship between a Muslim and other people, and even with other creatures. In other words, the obligation to implement the Pillars of Islam, fulfilling one's (muslim's) spiritual obligations, is also a social obligation. In the end, it will shape the character of the society's piety. The Five Pillars of Islam sociologically provide an understanding that in performing the obligation of religious rituals, a muslim must fulfill other aspects, namely fostering harmonious relationships with fellow human beings. Thus, it creates a harmonious relationship with the Creator vertically (hablum minallah) and also a harmonious relationship with other human beings (hablum minannas). If both aspects are met, there will be an obvious embodiment of a perfect man. Keywords : human beings, children of Adam, social pietyReferences
Djumhana Bastaman, Hanna. (1997). Integrasi Psikologi Dengan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Malik, Abduh dkk. (2009). Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Depag RI. Building.
Shihab, M. Quraish. 1996. Wawasan Alquran. Bandung: Mizan. Titus, Harold dkk. (1984). Living Issues In Philosophy. (Terjemahan H.M Rasidi). Jakarta: Bulan Bintang
Zaenal Ausop, Asep. (2014). Islamic Character Bandung: Salamadani.
.