Ponsel, Gaya Hidup, dan Kelas Menengah Dalam Negara Orde Baru: Telaah Awal
Abstract
Berbeda dengan pasca rejim Orde Baru, di mana kebanyakan orang memiliki ponsel, dengan pilihan dan bentuk yang berbeda-beda, saat rejim Orde Baru berkuasa, khususnya sejak tahun 1990-an, hanya segelintir kelas menengah yang memiliki ponsel. Tulisan ini memaparkan signifikansi ponsel bagi orang Indonesia dengan memfokuskan pada era rejim Orde Baru. Di sini, saya mengajukan tiga pertanyaan mengenai hal tersebut; bagaimana kemunculan ponsel pada era rejim Orde Baru? Bagaimana respon masyarakat ketika itu? Apa makna kehadiran ponsel bagi masyarakat Indonesia kebanyakan? Kehadiran ponsel pada era Orde Baru disambut hangat oleh anggota masyarakat, khususnya kelas menengah (elit) Indonesia seiring dengan perubahan sistem ponsel dari analog menuju digital. Alih-alih sekedar sebagai alat komunikasi untuk memudahkan pembicaraan, kehadiran ponsel menjadi gaya hidup sama seperti barang-barang ternama lain yang mereka konsumsi. Ponsel sebagai gaya hidup ini memunculkan ketegangan kelas antara kelas menengah dan bawah yang ditandai dengan munculnya aksi kriminal. Sebagaimana saya tunjukkan dalam artikel ini, maksud aksi kriminal ini bukanlah melulu sebagai bentuk tindakan kriminal sebagaimana umumnya, melainkan sebagai bentuk, yang saya sebut Hidup Nggayani (lifestyling), ketidakmampuan seseorang untuk mengkonsumsi barang-barang yang lebih mahal tetapi kemudian ia membeli barang-barang bekas atau mencari ponsel tiruan yang lebih murah. Artikel ini menyimpulkan bahwa gaya hidup kelas menengah itu tidak melulu dikontruksikan sebagai kelas yang mengkonsumsi pakaian, musik, dan makanan, tetapi juga terkait dengan tindakan mereka dalam menyikapi ponsel.
References
Aspinall, Edward. 1996. "The broadening base of political opposition in Indonesia" , dalam Garry Rodan (editor), Political Opposition in Industrialising Asia, Routledge: London and New York.
Barendregt, Bart. 2009. "Mobile Religiosity In Indonesia: Mobilized Islam, Islamized Mobility and the Potential of Islamic Techno Nationalism,' dalam E. Alampay (ed.), Living the Information Society In Asia, Singapore: ISEAS.
Barker, Joshua. 2002. "Telephony at the Limits of State Control: 'Discourse Networks' in Indonesia," Local Cultures and the 'New Asia'. The State, Culture and Capitalism in Southeast Asia. C.J.W.-L. Wee (ed.). Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. pp.158-183.
Barker, Joshua. 2008. "Playing with publics: Technology, talk and sociability in Indonesia." Language and Communication 28: 127-142.
Cooper, H. M. (1988) 'The structure of knowledge synthesis' Knowledge in Society, vol. 1, pp. 104-126.
Gerke, Solvay. 2000. "Global Lifestyeles under Local Conditions: The New Indonesian Middle Class" , dalam Chua Beng Huat (editor), Consumption in Asia: Lifestyles and identities, Routledge: London and New York.
Heryanto, Ariel. 1996. "Indonesian middle-class opposition in the 1990s" , dalam Garry Rodan (editor), Political Opposition in Industrialising Asia, Routledge: London and New York.
Heryanto, Ariel. 1999. "The years of living luxuriously Identity politics of Indonesia's new rich, dalam Michael Pinces, Culture and Privilege in Capitalist Asia, Routledge: London and New York.
Hill, David T & Khrisna Sen. 2005. The Internet in Indonesia's New Democracy, Routledge: London and New York.
Ishadi SK. 2014. Media dan Kekuasaan: Televisi di Hari-hari Terakhir Presiden Soeharto, Jakarta: Gramedia
Kitley, Philip. 2000. Television, Nation, and Culture in Indonesia, United State of America: the Ohio University Center for International Studies.
Lim, M. 2005. Archipelago Online: The Internet and Political Activism in Indonesia. Tesis Doktor. University of Twente, Belanda.
Lim, M. 2006. Cyber-urban activism and the political change in Indonesia. Eastbound, 1 (1), 1-19.
Sen, Khrisna. 1994. Indonesian Cinema: Framing the New Order, Zed, London
Van Klinken, Gerry. 2014. " Introduction: Democracy, Markets, and the Assertive Middle" , dalam Gerry Van Klinken dan Ward Berenschot (editor), In Search of Middle Indonesia: Middle Classes in Provincial Towns, Brill: London-Boston.
Van leeuwen, Lizzy. 2011. Lost in Mall: An Ethnography of Middle-Class Jakarta in the 1990s, KITLV: Leiden.
Media Massa dan Online
Anonim. 1991. "Menparpostel: Akir Pelita V Akan Terpasang 3 Juta SST" , Kompas, 3 juli 1991.
Anonim. 1992. "Redaksi Yth: "Handphone' Tak Berfungsi" , Kompas, 8 Maret 1992.
Anonim. 1993. "Standar Sistem Telepon Bergerak Dijadwalkan Selesai Tahun Ini" , Kompas, 21 Mei 1993.
Anonim. 1994. "30.000 Satuan Sambungan Selular Akan Dipasarkan Di DKI Jakarta, Kompas, 4 Agustus 1994.
Anonim. 1994. "Dengan GSM, Telepon Genggam Bisa Lebih Murah" , Kompas, 19 Juli 1994.
Anonim. 1994. "Harus Yakin Sebelum Pakai Ponsel" , Kompas, 21 September 1994.
Anonim. 1994. "Ingin Telepon Genggam, Tunggu GSM" , Kompas, 9 Juni 1994.
Anonim. 1994. "Keuntungan-Keluhan Pemilik Telepon Genggam" , Kompas, 23 Februari 1994.
Anonim. 1994. "Minat Masyarakat Akan GSM Ternyata Tidak Terlalu Tinggi" , Kompas, 14 November 1994.
Anonim. 1994. "Telepon Genggam, Yang Bekas Pun Mahal" , Kompas, 23 Februari 1994.
Anonim. 1995. "Jangan Gunakan Ponsel Secara Demonstratif" , Kompas, 6 Mei 1995.
Anonim. 1995. "Pengganda Telepon Genggam di Surabaya, Bandung, dan Jakarta" , Kompas, 27 Februari 1995.
Anonim. 1995. "Penggandaan Telepon Genggam Merajalela" , Kompas, 13 Februari 1995.
Anonim. 1995. "Ponsel dan Persaingan Merek" , Kompas, 6 Mei 1995.
Anonim. 1996. "Di Tempat Umum Jangan Menghidupkan Ponsel" , Kompas, 5 Mei 1996.
Anwar, Ifan. 2010. "Menelusuri Perkembangan Ponsel di Indonesia" , www.kompas.com, 2010. Dikutip dari http://tekno.kompas.com/read/2010/04/01/18352875/Menelusuri.Perkembangan.Ponsel.di.Indonesia, pada 20 Agustus 2015.
Budiono, Fahrizal Lukman. 2013. "Persepsi dan Harapan Pengguna Terhadap Kualitas Layanan Data pada Smartphone di Jakarta" , Bulletin Pos dan Telekomunikasi, Vol. 11. No. 2 Juni 2013, hal. 93-108.