KAJIAN INKULTURASI PADA INTERIOR KARYA ARSITEKTUR MILIK HENRY MACLAINE PONT TAHUN 1918-1936 DI INDONESIA
Keywords:
arsitektur kolonial, inkulturasi, henry maclaine pontAbstract
Bangunan arsitektur kolonial di Indonesia pada dasarnya merupakan bangunan arsitektur nasional Belanda yang mengalami adaptasi iklim tropis Indonesia. Para arsitek Belanda yang membuat karyanya di Indonesia bereksplorasi menciptakan karya dengan langgam arsitektur yang beragam pada masa kolonial. Salah satu arsitek Belanda keturunan Indonesia yang diindikasi berhasil memadukan unsur lokal terhadap karya arsitekturnya di Indonesia pada masa penjajahan pemerintah kolonial Belanda adalah Henry Maclaine Pont. Pont diindikasi melakukan pendekatan inkulturasi pada proses perancangan karya arsitekturnya. Didasari dengan ketertarikan Pont terhadap arsitektur tradisional Indonesia di Pulau Jawa serta keinginan Pont dalam mewujudkan politik etis di bidang arsitektur membuat karyanya menjadi mahakarya yang indah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karya-karya Pont yang diindikasi memakai pendekatan inkulturasi pada proses perancangannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis dan studi kasus serta kajiannya berupa etnografi visual dalam studi kasus pada karya yang merepresentasikan proses inkulturasi dalam karya Pont yakni Aula Barat Institut Teknologi Bandung dan Gereja Katolik Puhsarang Kediri. Selanjutnya, dilakukan juga identifikasi lebih rinci untuk mengetahui mengapa kedua mahakarya Pont disebut-sebut menggunakan pendekatan inkultrasi. Hal tersebut dilakukan untuk membuktikan asumsi bahwa karya hasil inkulturasi Henri Maclaine Pont membuat temuan baru terhadap langgam arsitektur di Indonesia pada masa kolonial. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa karya arsitektur Henry Maclaine Pont sangat menyesuaikan dengan lingkungan sekitar dan budaya lokal seperti yang terdapat pada penjelasan inkulturasi berupa juxtapose, superimposing, dan interlocked.
Bangunan arsitektur kolonial di Indonesia pada dasarnya merupakan bangunan arsitektur nasional Belanda yang mengalami adaptasi iklim tropis Indonesia. Para arsitek Belanda yang membuat karyanya di Indonesia bereksplorasi menciptakan karya dengan langgam arsitektur yang beragam pada masa kolonial. Salah satu arsitek Belanda keturunan Indonesia yang diindikasi berhasil memadukan unsur lokal terhadap karya arsitekturnya di Indonesia pada masa penjajahan pemerintah kolonial Belanda adalah Henry Maclaine Pont. Pont diindikasi melakukan pendekatan inkulturasi pada proses perancangan karya arsitekturnya. Didasari dengan ketertarikan Pont terhadap arsitektur tradisional Indonesia di Pulau Jawa serta keinginan Pont dalam mewujudkan politik etis di bidang arsitektur membuat karyanya menjadi mahakarya yang indah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karya-karya Pont yang diindikasi memakai pendekatan inkulturasi pada proses perancangannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis dan studi kasus serta kajiannya berupa etnografi visual dalam studi kasus pada karya yang merepresentasikan proses inkulturasi dalam karya Pont yakni Aula Barat Institut Teknologi Bandung dan Gereja Katolik Puhsarang Kediri. Selanjutnya, dilakukan juga identifikasi lebih rinci untuk mengetahui mengapa kedua mahakarya Pont disebut-sebut menggunakan pendekatan inkultrasi. Hal tersebut dilakukan untuk membuktikan asumsi bahwa karya hasil inkulturasi Henri Maclaine Pont membuat temuan baru terhadap langgam arsitektur di Indonesia pada masa kolonial. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa karya arsitektur Henry Maclaine Pont sangat menyesuaikan dengan lingkungan sekitar dan budaya lokal seperti yang terdapat pada penjelasan inkulturasi berupa juxtapose, superimposing, dan interlocked.
References
Adi, S. (2010). Architectural inculturation and transformation: A case study on three catholic churces in java. Retrieved from
http://www.scholarbank.nus.edu.sg/ handle/10635/27470%5Cnhttp:// www.scholarbank.nus.edu.sg/
Boelaars, H. J. W. M. (2005). Indonesianisasi: dari Gereja Katolik di Indonesia menjadi Gereja Katolik Indonesia (p. 338). p. 338. Retrieved from https://books.google.co.id/books?id=KrmWgQ18-pYC&pg=PA338&lpg=PA338&dq=ary+roest+crollius+1984&sourcebl&ots=eCOyZuaoAa&sig=ACfU3U1IOG4hWt5dHTGK9dve99B5Wti30&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjA-pik89ThAhUEvI8KHVUQAWEQ6AEwAXoECAkQAQ#v=onepage&q=aryroest crollius 1984&f=false
Essup, H. J. (1985). Dutch architectural visions of the Indonesian tradition. Muqarnas. https://doi.org/10.1163/22118993-90000202
Handinoto. (1996). Perkembangan kota malang pada jaman kolonial (1914-1940). Dimensi.
Koentjaraningrat. (2009). Pengantar ilmu antropologi. In PT. Rineka Cipta.
Krier, R. (1983). Elements of architecture (A. C. Papadakis, Ed.). Singapore:Academy Group Ltd.
Laurens, J. M. (2012). Memahami Friska Amalia, dkk. | Kajian Inkulturasi Pada..... 73 arsitektur lokal dari proses Inkulturasi pada arsitektur Gereja Katolik di Indonesia. 1-8.
Leerdam, B. F. Van. (1995). Een Sperurtocht Naar Het Wezenlijke van de Javaanse architectuur. Retrieved from http://colonialarchitecture.eu/islandora/object/uuid%3Abe3f9a93-
c-4597-90d0-b9b03cc5f64b#page/8/mode/2up
Rianwati, S. (2017). Inkulturasi pada antropologi. Bandung